11 November 06
Sehari sebelum dede lahir...
11.00
Tempat praktek dokter hari ini gak begitu ramai. Di tempat parkir hanya ada 2 motor. Melangkah ke dalam, ternyata benar, hanya ada beberapa orang yang antre. Tumben... Setelah daftar, kami menunggu. Hari ini sudah lewat 9 hari dari perkiraan lahir bayi kami. Tapi, tak ada tanda-tanda kelahiran yang kurasakan. Makanya, aku minta aa nemenin ke dokter, mumpung lagi di Bandung (maklum, suami akhir pekan... hehe).
Tak lama, aku dipanggil. Aku diminta periksa ke tempat bersalin di bagian belakang tempat praktek dokter. Setelah menunggu, aku diperiksa. Hasilnya sudah ada pembukaan satu. Kami disarankan pulang untuk siap-siap datang lagi nanti sore. Aku senang. Tak lama lagi bayiku akan lahir...
12.30
Entah kenapa justru di saat-saat terakhir hamil, aku ngidam banget spagheti. Ngidam yang aneh!!! Pulang dari dokter, kami ngga langsung ke rumah. Aku pengen spagheti!!! Kami ke tempat makan yang jualan spagheti. Wah, kenyang banget. Ngidamku akhirnya terpenuhi.
15.00
Udah ashar.. Setelah sholat Ashar, perutku mual. Pengen muntah. Wah, perasaanku jadi ngga enak. Ternyata benar, spaghetiku keluar lagi. Semuanya... Hiks... Sedih banget. Rugi dehh...hehe...
Menjelang kelahiran...
Ba'da Maghrib
Tak ada perubahan, masih pembukaan satu. Aku diberi pilihan. Masih mau menunggu atau mau diinduksi? Akhirnya kami memutuskan untuk diinduksi saja. Lalu, keluargaku datang. Mereka memang ngga ada di rumah hari ini. Baru tahu kami udah ada di Rumah Bersalin setelah sampai rumah.
19.00 WIB
Bismillah, aku melangkah ke ruang bersalin. Setelah peralatan siap, aku diinfus dan minum pil perangsang mules. Rupanya hal ini mengingatkan Mamah pada kelahiranku dulu. Dulu, Mamah juga ngga ngerasa mules saat ngelahirin aku. Pas jam 7 malam juga mamah diinduksi. Mamah bilang, wah paling nanti jam 10-an lahir. Dulu aku lahir jam 22.10 (lihat di akte, red). Mendengar itu, aku jadi tenang. Tiga jam lagi dong.. Ahh, ternyata ngga lama, pikirku.
Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam berlalu dengan sangat jelas di hadapanku. Maklum, tepat di depanku sebuah jam dinding seakan memintaku untuk selalu meliriknya setiap saat. Aku mulai mules. Jam 20.00 mulesku semakin kerasa. Tapi setelah diperiksa, tak ada kemajuan, masih pembukaan satu. Aku masih maklum, yah baru se-jam mungkin. Jam 21.00 mulesku semakin sering tapi tak ada perubahan yang berarti. Mamah mulai khawatir. Lho, kok belum juga ya?? Kuminta Bapak pulang, kasihan kalau harus menunggu di sini. Lagipula kan ada mamah, bibi dan Aa.
Ya Allah, kenapa ini?? Perutku sakit sekali... Aku disarankan untuk istirahat, tidur aja dulu. Aku memang ngantuk. Tapi, gimana bisa tidur?? Tiap lima menit sekali mulesnya terasa. Saat aku mulai ngantuk, mulesnya datang. Ingin aku menangis, tapi kutahan. Aku lihat yang menungguiku sudah mulai mengantuk. Jam 23.30 kuminta Aa istirahat. Kasihan, dia tampak kelelahan. Tinggallah aku, mamah, bibi, dan seorang perawat di ruangan itu.
12 November 06
00.00
Semua sudah mulai khawatir. Tengah malam baru pembukaan tiga. Aku mulai putus asa. Mamah terus mengingatkanku terus berdzikir. Ada temanku yang cerita kalau sakit melahirkan itu bukan sakit yang pengen nangis tapi aku justru merasakan kalau saat ini aku ingin sekali nangis. Perutku seperti diremas-remas. Tenagaku mulai berkurang seiring aku menahan sakitnya. Memang ada yang bilang mules karena induksi akan jauh lebih sakit daripada mules normal. Aku setuju. Sangat setuju.
Jam 01.00 Aa kembali ke ruangan bersalin. Kali ini giliran mamah dan bibi yang kusuruh istirahat. Aku ditemani Aa dan perawat yang (maaf) nyebelin. Masa dia tidur terus sementara aku kesakitan. Dia harus dipanggil dulu kalau kami ngerasa ada apa-apa. Memang sih masih di ruangan yang sama, hanya disekat gorden, tapi kan harusnya dia ngasih support, ngelus-ngelus perutku kalau sakit, ah sudahlah tak usah dibahas, bikin aku sakit hati kalau ingat hal itu.
Akhirnya, aku ngga tahan, air mataku tumpah juga. Sempat terlintas apakah ini akhir hidupku. Aku pasrah.
Dini Hari
Aku ditemani suamiku yang sangat sabar menemaniku. Sesekali tanganku memegang (atau lebih tepatnya meremas dan mencubit keras) tangannya seakan ingin berbagi rasa sakit yang begitu mendera. Berkali-kali aku mengeluh kesakitan, dia cuma menyuruhku untuk sabar dan banyak berdzikir.
Yang ada di benakku saat itu adalah apakah anakku akan lahir? Berapa lama lagi aku harus menunggu? Tak ada kemajuan. Perawat itu cuma bilang, masih pembukaan tiga ke empat. Memang dari pembukaan awal itu suka lama, tapi nanti kalau udah pembukaan empat atau lima pasti akan cepet ke pembukaan selanjutnya, gitu katanya. Entahlah, saat itu aku sudah gak mau denger lagi. Udah berapa kali dia bilang hal itu dan tentu saja hal itu tak mengurangi sakit ini.
04.00 (Subuh)
Mamah dan bibi kembali ke ruangan. Baru pembukaan empat. Muka mereka tegang. Aku bisa merasakan aroma kekhawatiran yang sangat. Bisa dimaklumi, dari jam tujuh malam sampai jam empat pagi hanya nambah tiga pembukaan. Berapa lama lagi sampai pembukaan lengkap? Aku tahu saat itu mamah menangis.
04.30 - 05.30
Mulesku semakin kuat, sakit sekali... Ternyata, alhamdulillah sudah pembukaan sembilan. Hatiku mulai tenang. Ah, ternyata sebentar lagi aku akan melahirkan.. Mungkin jam enam anakku akan lahir.
06.00
Ganti shift perawat. Perawat yang sekarang sangat beda dengan shift malam tadi. Dia begitu telaten merawatku, lembut, baiiik banget. Beda deh!! Iya, aku memang sudah pernah melihatnya beberapa kali saat periksa hamil beberapa waktu yang lalu. Dia memang baik, penuh perhatian, menenangkan dan sabar.
Pembukaan lengkap. Dokter datang. Semua siaga, semua peralatan sudah siap. Tinggal menunggu waktu.
06.30
Hanya boleh satu orang yang menemaniku bersalin. Mamah. Aku sedikit kecewa karena juga ingin ditemani suami tapi ngga boleh, tapi gpp lah toh dia ada di luar, berdoa untuk kami. Mulai mengedan. Berkali-kali aku mencoba mengedan, namun hasilnya nihil. Tenagaku hilang. Aku malah mengedan ke atas, mukaku memerah. Entahlah aku tak bisa berkonsentrasi. Tangan kananku lemas, apalagi tangan kiri tak boleh digerakkan karena terhubung dengan selang infus. Jadilah aku mengeluarkan tenaga dengan satu tangan yang sudah sangat lelah menahan sakit dari semalam.
07.00
Belum lahir juga!! Kepala bayiku sudah kelihatan, semua menyuruhku untuk mengedan lebih keras. Menyuruhku untuk marah semarah marahnya kalau sedang kesal. Aku berusaha, tapi entah kenapa selalu gagal.
Terus berulang. Tak ada kemajuan. Dokter selalu menanyaiku apa aku masih punya tenaga? Aku bingung. Ada keinginan untuk dibantu dengan alat, tapi aku yakin masih bisa melahirkan normal. Akhirnya dicoba dan terus dicoba dan selalu gagal. Bayiku tak mau keluar.
08.45
Sudah dua jam lebih mengedan tapi hasilnya nihil. Kalau hal ini dibiarkan terus, akan terjadi sesuatu. Akhirnya diputuskan untuk menggunakan vakum. Aku lega.
08.55
Semua peralatan siap, aku mengedan dan...... ahh, ada sesuatu yang keluar dan kurasakan begitu hangat di pahaku. Alhamdulillah, bayiku lahir. Perempuan. Aku mengucap syukur berkali-kali dan tak terasa keluar air mataku. Tapi, kebahagiaanku tak berlangsung lama. Lima detik kemudian, aku jadi khawatir. Bibi yang menggantikan mamah menemaniku berulang kali beristighfar dengan kerasnya. Tangis bayiku pun tak terdengar. Ya Allah, ada apa ini? Aku tak mau membayangkan yang macam-macam. Kututup mata, beristighfar sebanyak yang aku bisa dan menangis lemas. Kudengar dokter dan perawat sibuk melakukan sesuatu. Aku tak tahu apa yang mereka lakukan, tapi tangis
bayiku tak juga kudengar, hanya seperti tangis yang tertahan air. Allah.... selamatkan anakku, pintaku dalam hati.
Antara 09.00 - 09.30

09.30 - 10.00
Setelah anakku selesai dimandikan dan ‘prosesi’ persalinanku selesai 100%, suamiku masuk. Aku menangis bahagia. Aa mengadzani anak kami. Entah kenapa aku merasa itu adzan yang paling menyayat hati yang pernah aku dengar sepanjang hidupku (Jangan ge-er, bukan memuji ya, hehe...).

No comments:
Post a Comment